Bulan purnama telah terjadi pada Kamis 2 Agustus 2012 pukul 10:27
WIB. Pada saat itu Bulan memiliki fase 99,83 % yang berarti 99,83 %
wajah Bulan yang menghadap Bumi tersinari cahaya Matahari. Yup, seperti
halnya Bulan-Bulan purnama sebelumnya, dalam Bulan purnama kali ini
wajah Bulan yang menghadap Bumi pun tak pernah sepenuhnya tersinari
cahaya Matahari sehingga fasenya tidak mencapai 100 %. Secara teoritis
fase sebesar 100 % hanya akan dicapai saat konfigurasi Bulan, Bumi dan
Matahari sedemikian rupa sehingga ketiga benda langit terletak dalam
satu garis lurus dipandang dari semua arah (syzygy). Sebab
hanya dalam konfigurasi demikian nilai jarak sudut (elongasi) Bulan dan
Matahari tepat sebesar 180 derajat yang berkonsekuensi pada nilai fase
tepat 100 %. Pada kenyataannya dalam Bulan purnama kali ini posisi Bulan
adalah 5,07 derajat terhadap garis syzygy sehingga elongasi Bulan dan Matahari hanya sebesar 175 derajat, yang berkonsekuensi pada fase sebesar 99,83 %.
Kejadian Bulan purnama menjadi menarik tatkala dihubung-hubungkan dengan
perbedaan penetapan awal Ramadhan 1433 H di kalangan Umat Islam,
termasuk di Indonesia. Sebagian percaya, penetapan awal Ramadhan yang
tepat adalah yang mengharuskan Bulan purnama terjadi pada tanggal 15
Ramadhan 1433 H. Benarkah demikian?
Definisi Purnama
Dalam astronomi, Bulan purnama
adalah kondisi sesaat (instan) tatkala Bulan menempati suatu garis
bujur ekliptika yang tepat berselisih 180 derajat terhadap posisi garis
bujur ekliptika yang ditempati Matahari dalam tata koordinat langit.
Dalam tata aturan benda langit, situasi tersebut secara umum disebut
situasi oposisi (saling berseberangan), sementara astronom Muslim masa
silam menjulukinya sebagai situasi istiqbal.
Seperti dalam Bulan purnama 2 Agustus 2012 pukul 10:27 WIB, saat itu
Bulan menempati garis bujur ekliptika 310 derajat sementara Matahari
berada pada garis bujur ekliptika 130 derajat. Perhatikan, selisih di
antara kedua garis adalah tepat 180 derajat.
Sebagai peristiwa instan, status Bulan purnama tidak disandang untuk
waktu lama, entah sepanjang malam atau bahkan sepanjang hari. Status
Bulan purnama hanya disandang dalam kurun waktu yang tidak lama, paling
banter 1 menit. Sebab Bulan dalam status Bulan purnama sejatinya adalah
pasangan dari peristiwa konjungsi Bulan dan Matahari atau Bulan baru (newmoon) atau ijtima’, yang juga sama-sama peristiwa instan. Bedanya, ijtima’ terjadi jika Matahari dan Bulan menempati satu garis bujur ekliptika yang sama.
Karenanya, sebagai peristiwa instan, Bulan purnama tidak bisa dideduksi
secara langsung hanya dengan menatap wajah Bulan di kala malam, seperti
yang dipersepsikan sebagian besar dari kita. Musababnya, mata kita
merupakan detektor yang buruk sehingga tak sanggup mengidentifikasi
kecilnya perubahan nilai fase Bulan dalam situasi di sekitar status
purnama. Misalnya, pada Selasa 31 Juli 2012 malam kita melihat Bulan
nampak bundar. Pada saat itu fase Bulan bernilai antara 96,46 % di saat
terbenamnya Matahari hingga 97,82 % di saat terbitnya Matahari pada
fajar berikutnya. Demikian pula pada Rabu 1 Agustus 2012 malam kita pun
melihat Bulan nampak bundar. Pada saat itu fase Bulan bernilai antara
99,36 % di saat terbenamnya Matahari hingga 99,73 % di saat terbitnya
Matahari pada fajar berikutnya. Perhatikan, pada dua kejadian tersebut
Bulan belum mencapai status purnama, kita mendapatkan kesan Bulan sudah
bundar alias menyerupai purnama. Karena itu sulit untuk mengandalkan
mata kita dalam mendeteksi apakah Bulan sudah mencapai status purnama
atau belum.
Salah satu kesulitan penggunaan mata untuk mendeteksi Bulan purnama
secara langsung adalah berlebihnya cahaya Bulan saat di dekat status
purnama yang diimbangi dengan benderangnya langit malam, sehingga
mengurangi nilai kontras Bulan. Padahal dalam mengamati sebuah obyek,
mata kita mendasarkan pada nilai kontras dari obyek tersebut. Semakin
tinggi nilai kontrasnya, semakin mudah mata kita mendeteksinya dan
sebaliknya semakin rendah nilai kontrasnya semakin sulit untuk
dideteksi.
Satu-satunya cara bagi mata manusia guna memastikan terjadinya Bulan
purnama hanyalah pada saat Gerhana Bulan berlangsung, khususnya Gerhana
Bulan Sebagian ataupun Total. Pada gerhana tersebut, puncak gerhana
senantiasa bertepatan dengan status Bulan purnama.
Sebagai peristiwa instan, maka terdapat kondisi-kondisi tertentu yang
mengapit status Bulan purnama. Jika Bulan terkesan bundar namun sebelum
mencapai status purnama, maka hal itu dinamakan Bulan jelang purnama
(BJP). Sebaliknya jika Bulan juga terkesan bundar namun sudah melewati
purnama dinamakan Bulan lepas purnama (BLP). Penamaan ini amat penting
untuk mendeduksi bagaimana sebenarnya situasi Bulan purnama bila
dikaitkan dengan kalender Hijriyyah.
Implementasi Bulan Purnama dalam Wujudul Hilaal dan Imkan Rukyat
Seperti diketahui, dalam urusan kalender Hijriyyah, secara umum Umat
Islam di Indonesia terbagi dalam dua kelompok yakni yang berdasarkan
“kriteria” wujudul hilaal dan “kriteria” imkan rukyat. Disebut
“kriteria” (dengan tanda kutip), karena sejatinya baik wujudul hilaal
maupun imkan rukyat merupakan hipotesa atau asumsi dan keduanya
sama-sama tidak berbasiskan bukti empiris. Dalam waktu tertentu kedua
“kriteria” ini menetapkan awal bulan Hijriyyah jatuh pada hari dan
tanggal Gregorian (Masehi) yang sama, namun dalam waktu lainnya
menetapkan secara berbeda. Seperti dalam Ramadhan 1433 H ini. “Kriteria”
wujudul hilaal menetapkan 1 Ramadhan 1433 H bertepatan dengan Jumat 20
Juli 2012, sementara bagi “kriteria” imkan rukyat bertepatan dengan Sabu
21 Juli 2012.
Harus diperhatikan, meski keputusannya berbeda, pada galibnya kedua
“kriteria” mendefinisikan hari dalam kalender Hijriyyah sebagai bentuk
yang sama. Baik wujudul hilaal maupun imkan rukyat menyatakan definisi
hari Hijriyyah adalah selang waktu antara saat terbenamnya Matahari (ghurub)
hingga terbenamnya Matahari berikutnya yang seurutan. Perhatikan bahwa
definisi ini amat berbeda bila dibandingkan dengan definisi hari
Gregorian (Masehi), yang menyatakan sebagai selang waktu di antara pukul
00:00 waktu setempat (sesuai zona waktunya) hingga pukul 00:00 waktu
setempat berikutnya yang seurutan.
Perbedaan ini membawa implikasi tersendiri. Misalnya dalam hal 1
Ramadhan 1433 H. Jika “kriteria” wujudul hilaal menyatakan 1 Ramadhan
1433 H bertepatan dengan 20 Juli 2012, sebenarnya itu merupakan
penyederhanaan dari ungkapan: 1 Ramadhan 1433 H dimulai saat maghrib 19
Juli 2012 dan berakhir saat maghrib 20 Juli 2012. Demikian halnya dalam
“kriteria” imkan rukyat, jika 1 Ramadhan 1433 H bertepatan dengan 20
Juli 2012, sebenarnya itu merupakan penyederhanaan dari ungkapan: 1
Ramadhan 1433 H dimulai saat maghrib 20 Juli 2012 dan berakhir saat
maghrib 21 Juli 2012.
Dengan definisi dan konteks demikian, kita bisa menempatkan dimana Bulan
purnama yang terjadi pada 2 Agustus 2012 pukul 10:27 WIB ini berada
dalam kalender Hijriyyah. Untuk kalender yang berdasarkan “kriteria” wujudul hilaal, status Bulan purnama terjadi pada tanggal 14 Ramadhan 1433 H dimana tanggal ini dimulai sejak 1 Agustus 2012 maghrib dan diakhiri pada 2 Agustus 2012 maghrib. Sementara bagi “kriteria” imkan rukyat, status Bulan purnama terjadi pada tanggal 13 Ramadhan 1433 H
dimana tanggal ini juga dimulai sejak 1 Agustus 2012 maghrib dan
diakhiri pada 2 Agustus 2012 maghrib. Dan jika Bulan hendak diamati pada
2 Agustus 2012 malam, pada saat itu sebenarnya Bulan sudah berada dalam
status Bulan lepas purnama (BLP).
Jadi baik kalender berdasarkan wujudul hilaal maupun imkan rukyat tak
ada yang menyatakan Bulan purnama bertepatan dengan 15 Ramadhan 1433 H.
Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang unik. Dengan memilih situasi di
masa silam dimana terjadi peristiwa Gerhana Bulan dan awal bulan
Hijriyyah saat itu berlangsung pada saat yang sama, kita juga menjumpai
Bulan purnama tidak bertepatan dengan tanggal 15. Misalnya pada Gerhana
Bulan Total 26 Juni 2010, yang puncaknya terjadi pada saat Indonesia
bagian barat masih berada pada tanggal 13 Rajab 1431 H sementara
Indonesia bagian timur telah memasuki 14 rajab 1431 H. Demikian pula
Gerhana Bulan Total 16 Juni 2011, yang bertepatan dengan seluruh
Indonesia berada pada tanggal 14 Rajab 1432 H. Bahkan jika kita tinjau
situasi pada bulan Sya’ban 1433 H yang baru saja berlalu, saat itu pun
Bulan purnama (terjadi pada 3 Juli 2012 pukul 01:52 WIB) bertepatan
dengan 14 Sya’ban 1433 H baik menurut kalender berbasis wujudul hilaal
maupun imkan rukyat.
Maka, di dalam kalender Hijriyyah masa kini khususnya yang digunakan di
Indonesia, Bulan purnama tidak selalu bertepatan dengan tanggal 15.
Status Bulan purnama bisa terjadi pada tanggal 13, 14, 15 atau bahkan 16
kalender Hijriyyah.
Implikasi Serius
Kalender Hijriyyah bukan satu-satunya kalender yang berbasiskan
peredaran Bulan mengelilingi Bumi, atau lebih lugasnya lagi berbasiskan
perubahan fase Bulan. Sejumlah agama dan peradaban lainnya pun
menggunakan sifat perubahan fase Bulan dalam kalendernya, sebut saja
misalnya dalam kalender Hindu, Thai, Yahudi, Tibet, Maya, Jermania,
Neo-pagan, Kelt dan Cina.
Meski sama-sama menggunakan perubahan fase Bulan sebagai dasarnya, namun
kalender Hijriyyah tidak sepenuhnya mengadopsi fase-fase Bulan dalam
status tertentu ke dalam kalendernya. Fase Bulan yang digunakan
sebenarnya hanyalah hilaal, sementara yang lainnya mulai dari Bulan
sabit, Bulan separo, Bulan benjol hingga Bulan purnama adalah tidak
digunakan. Dari sisi perhitungan pun kalender Hijriyyah juga hanya
bertumpu pada hilaal, bukan pada ijtima’ dan juga bukan pada istiqbal.
Secara tradisi, yang berlandaskan pada ayat-ayat al-Qur’an dan hadits
yang menyertainya, kalender Hijriyyah tidak pernah menggunakan status
Bulan purnama guna menyatakan pertengahan bulan Hijriyyah atau lebih
lugasnya tanggal 15. Bulan purnama dinyatakan sebagai pertengahan bulan
kalender hanya pada agama dan peradaban lain, yakni Cina, Yahudi, Thai
dan beberapa kalender Hindu. Dalam kalender Yahudi misalnya, pernyataan
status Bulan purnama bersamaan dengan pertengahan bulan kalender
dinyatakan dengan jelas dalam kitab Torah. Karena itu menyamakan status
Bulan purnama dengan tanggal 15 kalender Hijriyyah berpotensi membawa
implikasi serius, yakni tasyabbuh (menyerupai kaum lain).
Jika ditinjau pada masa kehidupan Rasulullah SAW, saat itu pun status
Bulan purnama tidak dinyatakan sebagai pertengahan bulan kalender
Hijriyyah. Dengan basis data empiris ICOP yang dihimpun selama periode
1998-2004 dan dilakukan upaya sorot balik (trackback) ke masa
14 abad silam, diketahui bahwa pada masa Rasulullah SAW awal Ramadhan
dan Idul Fitri dinyatakan dengan hilaal dan hilaal kemungkinan besar
didefinisikan sebagai Bulan dengan tinggi lebih besar dari 8 derajat
pada saat terbenamnya Matahari. Dengan definisi hilaal demikian maka
status Bulan purnama senantiasa bertepatan dengan tanggal 13 atau 14
kalender Hijriyyah.
Lho, saya kan tetap butuh justifikasi bahwasanya saya mengawali puasa Ramadhan 1433 H dengan benar?
Yup. Namun justifikasi itu tidak bisa serta merta menyatakan tanggal 15
Ramadhan 1433 H bertepatan dengan status Bulan purnama. Selain faktanya
seperti yang telah ditulis di atas (status Bulan purnama terjadi pada
14 Ramadhan 1433 H menurut wujudul hilaal dan 13 Ramadhan 1433 menurut
imkan rukyat), sikap menyamakan tanggal 15 Hijriyyah dengan status Bulan
purnama salah-salah akan menjerumuskan kita ke dalam tasyabbuh, sesuatu yang sangat dihindari dalam Islam khususnya ketika mengatur aspek peribadahan.
Lantas bagaimana justifikasinya kalo puasa saya sudah benar?
Jika anda meyakini 1 Ramadhan 1433 H adalah 20 Juli 2012 sebagaimana
ditetapkan wujudul hilaal, atau 21 Juli 2012 sebagaimana ditetapkan
imkan rukyat, ya sudah diyakini saja. Itulah justifikasinya. Tak perlu
mencari pembenaran dari status Bulan purnama, karena malah bikin pusing
sendiri. Urusan mana yang paling benar di hadapan Allah SWT biarlah
menjadi tanggung jawab para elite ormas-ormas Islam yang masih juga
gemar berlaga di panggung untuk mempertontonkan adanya perbedaan
kalender.
Referensi :
Siddiq. 2009. Studi Visibilitas Hilal dalam Periode 10 tahun
Hijriyyah Pertama (0622-0632 CE) Sebagai Kriteria Baru Untuk Penetapan
Awal Bulan-Bulan Islam Hijriyyah. Prosiding Semninar Nasional Hilal 2009, Observatorium Bosscha, ITB, Bandung.
Sumber: kompasiana.com
KOK TAU DARI MANA YA?? KALU ADA BULAN PURNAMA
BalasHapushttp://desowong76.blogspot.com/
asik2. PENGAJIAN AHAD PAGI<<<<<????
BalasHapus